Rasulullah
SAW pernah memberikan tiga buah nasehat kepada kedua sehabatnya Abu
Dzar Jundub bin Junadah dan Abu Abdurrahman bin Jabal:
“Bertakwalah kamu kepada Allah dimanapun kamu berada, dan ikutilah
kesalahanmu dengan kebaikan niscaya ia dapat menghapuskannya. Dan
pergaulilah manusia dengan akhlak terpuji.” HR. Tirmidzi
1- BERTAQWA DIMANA SAJA
Definisi
dari kata taqwa dapat dilihat dari percakapan antara sahabat Umar dan
Ubay bin Ka’ab ra. Suatu ketika sahabat Umar ra bertanya kepada Ubay bin
Ka’ab apakah taqwa itu? Dia menjawab; “Pernahkah kamu melalui jalan berduri?” Umar menjawab; “Pernah!” Ubay menyambung, “Lalu apa yang kamu lakukan?” Umar menjawab; “Aku berhati-hati, waspada dan penuh keseriusan.” Maka Ubay berkata; “Maka demikian pulalah taqwa!”
Sedang
menurut Sayyid Qutub dalam tafsirnya—Fi Zhilal al-Qur`an—taqwa adalah
kepekaan hati, kehalusan perasaan, rasa khawatir yang terus menerus dan
hati-hati terhadap semua duri atau halangan dalam kehidupan.
Kalau
ada suatu iklan minuman ringan: “Dimana saja dan kapan saja …”, maka
nasehat Nabi SAW ini menunjukkan bahwa kita harus bertaqwa dimana saja.
Sedang perintah taqwa kapan saja terdapat dalam surat Ali Imron 102:
“Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa
kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan
beragama Islam”
Jadi dimanapun
dan kapanpun kita harus menjaga ketaqwaan kita. Taqwa dimana saja
memang sulit untuk dilakukan dan harus usaha yang dilakukan harus ekstra
keras. Akan sangat mudah ketaqwaan itu diraih ketika kita bersama orang
lain, tetapi bila tidak ada orang lain maka maksiyat dapat
dilaksanakan. Sebagai contoh, ketika kita berkumpul di dalam suatu
majelis zikir, pikiran dan pandangan kita akan terjaga dengan baik.
Tetapi ketika kita berjalan sendirian di suatu tempat perbelanjaan, maka
pikiran dan pandangan kita bisa tidak terjaga. Untuk menjaga ketaqwaan
kita dimanapun saja, maka perlunya kita menyadari akan pengawasan Allah
SWT baik secara langsung maupun melalui malaikat-Nya.
2 KEBAIKAN YANG MENGHAPUSKAN KESALAHAN
Setiap
orang selalu melakukan kesalahan. Hari ini mungkin kita sudah melakukan
kesalahan baik yang kita sadari maupun yang tidak kita sadari. Oleh
sebab itu, segera setelah kita melaksanakan kesalahan, lakukan kebaikan.
Kebaikan tersebut dapat menghapuskan kesalahan yang telah dilakukan.
Untuk
dosa yang merugikan diri sendiri, maka salah satu cara untuk
menghapusnya adalah dengan bersedekah. Rasulullah SAW bersabda “sedekah itu menghapus kesalahan sebagaimana air memadamkan api”.
Maka ada orang yang ketika dia sakit maka dia akan memberikan sedekah
agar penyakitnya segera sembuh. Hal ini dikarenakan segala penyakit yang
kita miliki itu adalah karena kesalahan yang kita pernah lakukan.
Sedang
dosa yang dilakukan terhadap orang lain maka yang perlu dilakukan
adalah memohon maaf yang bagi beberapa orang sangat sulit untuk
dilakukan. Padahal Rasulullah SAW selalu minta maaf ketika bersalah
bahkan terhadap Ibnu Ummi Maktum beliau memeluknya dengan hangat seraya
berkata “Inilah orangnya, yang membuat aku ditegur oleh Allah… (QS.
Abasa)”. Setelah minta maaf kemudian bawalah sesuatu hadiah atau makanan
kepada orang tersebut, maka kesalahan tersebut insya Allah akan
dihapuskan.
3- AKHLAQ YANG TERPUJI
Akhlaq
terpuji adalah keharusan dari setiap muslim. Tidak memiliki akhlaq
tersebut akan dapat mendekatkan seseorang dalam siksaan api neraka. Dari
beberapa jenis akhlaq kita terhadap orang lain, yang perlu diperhatikan
adalah akhlaq terhadap tetangga.
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka jangan menyakiti tetangganya.” (HR. Bukhari, Muslim dan Ibnu Majah)
Dari Abu Syuraih ra, bahwa Nabi Muhammad saw bersabda: “Demi Allah seseorang tidak beriman, Demi Allah seseorang tidak beriman, Demi Allah seseorang tidak beriman.” Ada yang bertanya: “Siapa itu Ya Rasulullah?” Jawab Nabi: “Yaitu orang yang tetangganya tidak aman dari gangguannya.” (HR. Bukhari)
Dari hadits tersebut, peringatan Allah sangat keras sampai diulangi tiga kali yaitu tidak termasuk golongan orang beriman bagi tetangganya yang tidak aman dari gangguannya. Maka terkadang kita perlu instropeksi dengan menanyakan kepada tetangga apakah kita mengganggu mereka.
Dari hadits tersebut, peringatan Allah sangat keras sampai diulangi tiga kali yaitu tidak termasuk golongan orang beriman bagi tetangganya yang tidak aman dari gangguannya. Maka terkadang kita perlu instropeksi dengan menanyakan kepada tetangga apakah kita mengganggu mereka.
Wallahua’lam bish showab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar